Sebagian Wartawan Batanghari Minta Keterbukaan Anggaran Publikasi Diskominfo

Batanghari — Kebijakan baru Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, menuai sorotan tajam dari sejumlah wartawan lokal. Mereka menilai penerapan aplikasi PAKEM sebagai syarat kerja sama media di tahun 2025 justru menyulitkan dan menyingkirkan media lokal.

 

Puluhan wartawan senior di Batanghari merasa kecewa karena aplikasi tersebut mewajibkan media memenuhi berbagai persyaratan administratif yang ketat. Jika tidak lengkap, pengajuan kerja sama langsung ditolak oleh Diskominfo.

 

Supan Sopian, salah satu wartawan senior, menyampaikan bahwa aturan ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,Aturan baru ini mempersempit ruang gerak media. Tidak ada dalam UU Pers bahwa media harus memenuhi syarat-syarat seperti di aplikasi PAKEM. Ini seperti cara untuk menyingkirkan media lokal kecil ungkap Sopian.

Lebih lanjut, Sopian menantang Diskominfo agar lebih transparan. “Kalau memang ingin terbuka, adakan konferensi pers dan bentangkan data anggaran. Media mana yang menerima anggaran paling besar? Media mana yang paling sejahtera? Jangan-jangan justru ada permainan anggaran di dalamnya,” tegasnya.

Sopian juga menyoroti soal kecemburuan sosial antar media yang muncul akibat ketidaktransparanan tersebut. “Media yang selama ini mendukung daerah justru tersingkir. Sementara media luar daerah lebih diakomodir. Ini patut kita pertanyakan,” ujarnya.

Ia juga mengkritik aturan terkait Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dijadikan syarat kerja sama.“UKW bukanlah ukuran satu-satunya profesionalitas. Jangan dijadikan alat untuk menjegal wartawan lokal. Banyak wartawan yang kompeten tapi belum UKW, karena keterbatasan biaya dan kesempatan,” tambahnya.

Di tempat terpisah, wartawan lainnya, Azwar, juga meminta keterbukaan Diskominfo terkait alokasi anggaran publikasi yang disebut mencapai miliaran rupiah.

“Anggaran sebesar itu seharusnya untuk menyejahterakan wartawan lokal, khususnya di Batanghari. Tapi sampai hari ini tidak pernah ada daftar resmi media penerima dan besaran anggaran yang mereka terima. Ini bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP),” ujar Azwar.

Ia menekankan pentingnya transparansi sebagai bentuk akuntabilitas lembaga publik. “Kami berhak mengetahui dan mengontrol. Jangan sampai anggaran itu hanya dinikmati segelintir media besar dan rekanan tertentu,” katanya.(Alam)